
Merawang, Bangka (TII) – Aktivitas tambang timah ilegal di Dusun Batu Ampar, Desa Riding Panjang, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menjadi sorotan serius. Lokasi tambang ini sangat dekat dengan kawasan hutan lindung dan sepadan pantai, sehingga berpotensi merusak lingkungan dan mengganggu ekosistem sekitar. Ironisnya, aktivitas ini terkesan dibiarkan tanpa tindakan tegas dari pihak berwenang.
Berdasarkan pantauan langsung tim media di lapangan, terlihat satu unit alat berat jenis excavator mini disembunyikan di dalam rerumputan, sementara beberapa orang sibuk bekerja di lokasi. Selain itu, terdapat tujuh unit mesin pompa hisap tanah yang beroperasi aktif di dalam lubang tambang. Sabtu (16/11/24) siang.
Praktik Pembayaran Fee dan Koordinasi
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasil investigasi di lapangan mengungkap adanya praktik pembayaran fee kepada seorang oknum warga Sungailiat berinisial HMZ. Seorang pekerja tambang mengakui bahwa mereka diwajibkan membayar fee sebesar Rp15.000 per kilogram hasil tambang kepada HMZ. Pembayaran dilakukan setiap Sabtu sebagai bentuk “izin operasional” tidak resmi.
“Kami di sini membayar uang fee kepada HMZ sebesar Rp15 ribu per kilogram. Dia tinggal di Sungailiat. Di lokasi ini ada sekitar tujuh unit mesin tambang inkonvensional (TI),” ujar salah satu penambang kepada tim media.
Tidak hanya itu, pengakuan lain dari para pekerja tambang mengindikasikan keterlibatan oknum aparat penegak hukum (APH) yang turut menerima “uang koordinasi” dari aktivitas tambang ilegal ini. Setiap unit tambang diwajibkan menyetor uang sebesar Rp100 ribu per minggu sebagai bentuk “perlindungan” agar operasi tidak diganggu.
“Kami juga setor uang koordinasi ke oknum APH sebesar Rp100 ribu per unit setiap minggunya,” kata seorang pekerja lainnya.
Dampak Lingkungan yang Mengkhawatirkan
Aktivitas tambang ilegal ini memberikan dampak negatif yang besar terhadap lingkungan. Kedekatan lokasi dengan kawasan hutan lindung dan pesisir pantai mempercepat proses kerusakan alam. Penebangan pohon tanpa kendali, erosi tanah, dan pencemaran air menjadi ancaman nyata bagi ekosistem setempat.
Kawasan hutan lindung yang seharusnya menjadi pelindung ekosistem terancam kehilangan fungsinya akibat aktivitas ini. Selain itu, rusaknya garis pantai dapat memengaruhi keseimbangan lingkungan laut, termasuk habitat flora dan fauna yang hidup di sekitar kawasan tersebut.
Tanggapan dan Langkah Pemerintah
Hingga berita ini diturunkan, dugaan adanya pembiaran semakin menguat dengan maraknya praktik tambang ilegal yang terorganisir. Padahal, undang-undang yang mengatur eksploitasi tambang di Indonesia jelas menyebutkan larangan terhadap aktivitas penambangan ilegal.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dijelaskan bahwa aktivitas pertambangan harus memenuhi berbagai persyaratan administratif dan teknis, termasuk analisis dampak lingkungan (AMDAL). Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi pidana.
Investigasi Berlanjut
Tim media terus mendalami kasus ini untuk mendapatkan fakta lebih kongkret terkait aliran uang fee kepada HMZ dan oknum APH. Masyarakat setempat berharap pemerintah segera bertindak tegas untuk menutup aktivitas tambang ilegal tersebut dan menangkap pihak-pihak yang terlibat.
Kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang ditimbulkan dari tambang ilegal ini tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga masa depan generasi mendatang. Masyarakat bersama para aktivis lingkungan mendesak adanya transparansi dan penegakan hukum yang tegas agar tambang ilegal ini segera dihentikan.
(Sanusi)